(Sepenggal kenangan membersamai FLP Unhas selama 2010-2013)
- Sebuah
pertemuan -
Bakda Jumat, 03 Desember 2010. Selepas turun dari
pete-pete, saya mengambil langkah menuju pelataran Lantai 1 Gedung IPTEKS Unhas. Sesuai hasil technical meeting sehari sebelumnya, di sana meeting point semua peserta sebelum diberangkatkan ke tempat acara
ToR (Training of Recruitment).
Setiba di tempat tersebut saya wajib melapor ke panitia
dan mengumpulkan berkas yang sudah disiapkan.
Berkas saya dimana? Sebelum berangkat, semuanya sudah
saya persiapkan dengan baik. Saya yakin seratus persen sudah membawa tadi. Bagaimana
ini?
Saya melapor ke panitia dan minta izin untuk pulang.
Seorang panitia laki-laki bertanya dimana alamat saya. Setelah saya jawab, dia
bersedia mengantar saya kembali menggunakan sepeda motornya. Baik sekali kakak
panitia yang satu ini, pikir saya. Belakangan saya tahu kalau dialah Kak
Supriadi, orang nomor satu di FLP Ranting Unhas kala itu.
Berkas-berkas saya akhirnya ketemu di warung dekat kostan.
Tertinggal waktu membeli minuman. Lega rasanya.
Hingga detik ini, momen itu terus mengusik ingatan. Momen
yang membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama pada organisasi ini.
- Saya
memimpin organisasi? Apa kata dunia?! -
Medio 2012, secara musyawarah mufakat forum memilih saya
untuk melanjutkan perjuangan ketujuh ketua FLP Unhas terdahulu.
Jujur, ini bukan hal mudah. Saya tidak memiliki modal
kepemimpinan yang mumpuni. Ini pertama kalinya saya (akan) memimpin organisasi
besar. Kalau pun pernah, hanya sebatas menjadi ketua kelas.
Meskipun berbagai organisasi ketika sekolah saya masuki,
tetapi selama ini, amanah yang didapat tidak lebih menjadi orang di ‘belakang
panggung’. Sementara, menjadi orang nomor satu harus siap mengorbankan berbagai
hal demi menghasilkan capaian yang minimal setingkat lebih baik dari periode
sebelumnya. Apalagi, sulit bagi orang introvert
dan selalu ‘demam panggung’ seperti saya ketika harus tampil di permukaan.
- Sebuah
ujian -
Masalah pun terjadi ketika saya dan teman-teman pengurus
mengadakan acara puncak ToWR (Training of
Writing and Recruitment) di Malino.
Saat itu sesi wisata menulis di sebuah air terjun. Akses
ke tempat itu memang cukup berat karena harus menuruni begitu banyak anak
tangga. Saking banyaknya diberi istilah tangga seribu. Waktu itu agenda wisata
menulis sudah selesai. Semua peserta diarahkan untuk pulang semua. Sementara
sebagian pengurus dan panitia kembali belakangan untuk memastikan tidak ada
peserta yang tertinggal.
Foto bersama Pengurus dan anggota FLP Unhas angkatan IV di Air Terjun Bulan, Malino, Desember 2012 |
Belum seperdua perjalanan, kami menemukan seorang peserta
akhwat terduduk lesu di anak tangga bersama seorang panitia. Ia mengalami sesak
napas. Ternyata penyakit asmanya kambuh. Parahnya dia tidak membawa obat. Wajar
saja, menaiki anak tangga yang begitu banyak jauh lebih melelahkan daripada
menuruni.
Berselang beberapa lama, setelah mencoba menaiki anak
tanga sedikit demi sedikit, hal yang tidak kami sangka-sangka terjadi. Peserta
itu kesurupan. Ya, Tuhan!
Kami semua panik. Saya berinisiatif naik duluan untuk
mencari bantuan. Saya pun hampir tak bisa menguasai diri karena panik. Kondisi
jantung tak seperti biasanya. Berdegup tak karuan. Peluh membanjiri.
Saya mengendarai motor mencari apotek untuk membeli inhaler
atau obat apapun yang bisa membantu. Nihil! Degupan jantung masih menyiksa.
Kalimat-kalimat pengandaian pun silih berganti memenuhi kepala. Andai terjadi
hal yang tak diinginkan pada peserta itu, apa yang akan saya lakukan? Sebagai
ketua, tentu saya yang paling bertanggung jawab. Andai begini dan andai begitu.
Untunglah ada keluarga peserta itu yang datang membantu.
Meskipun peserta itu kesurupan lagi saat di penginapan, tetapi semua bisa
diatasi, sebelum bus dan pete-pete membawa kami kembali ke Kota Daeng.
Sembari mempersiapkan ToWR, tetap rame-rame nulis untuk lomba |
- Musran! -
Tak terasa setahun berlalu, amanah saya sebagai ketua berakhir. Cukup banyak program kerja terlaksana seperti perekrutan anggota,
pekan literasi (bazar buku, FLP goes to school, lomba penulisan, dan workshop
kepenulisan), dan menyusun naskah antologi.
Bedah Buku (Rangkaian Pekan Literasi) |
Bazar Buku di Lantai 1 Perpustakaan Pusat Unhas |
Bersama karya sederhana kami; antologi cerpen "Menunggu Bulan" |
Menghadiri Undangan Kampanye Indonesia Menulis |
Dan, jujur, masih begitu banyak pula pekerjaan rumah yang
belum terlaksana.
Musran kami laksanakan molor dua bulan dari jadwal
seharusnya. Hal itu dikarenakan saya dan Isma Ariyani (sekretaris) menempuh
KKN Tematik di Pulau Sebatik (Perbatasan Indonesia-Malaysia).
Seperti yang sudah-sudah, musran kami adakan dengan
begitu sederhana di Tanjung Bunga. Periode kepengurusan berakhir
membersamai tenggelamnya matahari di Tanjung Bunga waktu itu. Alhamdulillah!
- Karena
rumah yang dirindukan ini -
Karena rumah yang dirindukan ini, saya bisa ikut seleksi
PPAN (Pertukaran Pemuda Antar Negara) tahun 2013. Meskipun harus ikhlas di
posisi top 4 IMYEP (Indonesia-Malaysia Youth Exchange Program) alias tidak
lolos.
Karena rumah yang dirindukan ini, saya berkesempatan
menjadi salah satu peserta KKN Tematik di Pulau Sebatik bersama ke-49 mahasiswa
Unhas yang lain.
Karena rumah yang dirindukan ini, saya bisa bertemu anggota keluarga yang lain di Munas 3 FLP di Bali
Munas 3 FLP di Bali tahun 2013 |
Karena rumah yang dirindukan ini, saya berkesempatan
untuk berbakti, berkarya, dan berarti.
Karena rumah yang dirindukan ini, begitu banyak pengalaman
telah saya cicipi selama membersamai. Ya... rasanya mungkin sebelas dua belas dengan
rasa yang ada pada semangkuk kapurung. Semua rasa ada.
Karena rumah yang dirindukan ini, masih begitu banyak cerita yang belum dihidangkan. Karena satu mangkuk saja tak cukup bagi saya.
Bagi kamu?
Iya, kamu!
Untuk semua sahabat seperjuangan, terutama para
ranger Fairy Tail: Ahmad, Bata, Isma, Fiqah, Ismi, dan Dayat